Home » »

Written By Unknown on Senin, 18 Juni 2012 | 06.13


Ekshati| Perempuan selalu menarik untuk ditulis. Konflik Palestina-Israel tak habis untuk ditulis (juga tak habis menghias media massa. Bagaimana bila kedua hal tersebut menjadi satu? Buku ini jawabannya. Sebuah buku yang cukup emosional dan sarat fakta.

Army of Roses alias Pasukan Mawar, adalah sebutan Yasser Arafat untuk perempuan pelaku bom syahid. PAda 27 Januari 2002, perlawanan rakyat Palestina terhadap penjajah Israel memasuki babak baru; majunya perempuan sebagai bom syahid. Wafa Idris, perawat dari Bulan Sabit Merah Palestina, meledakkan dirinya di pintu masuk sebuah toko sepatu di jalan Jaffa, pusat kota Yerusalem. Satu orang Israel tewas dan seratus lainnya luka-luka. Sontak, Wafa pun menjadi pahlawan. Di kemudian hari, aksinya diikuti oleh Darine Abu Aisha, Aayat Al Akhras, dan Andalib Suleiman Takatka.

Darine, mahasiswi Jurusan Sastra Inggris Universitas An Najah, Nablus, meledakkan sabuk bom di pos pemeriksaan Maccabim, dekat Yerusalem, hanya selang sebulan setelah aksi Wafa Idris. Tidak seperti Wafa, Darine adalah pelaku bom syahid perempuan pertama yang meninggalkan pesan dalam bentuk kaset video. Dia juga perempuan satu-satunya yang menjadi bom syahid atas dukungan Hamas.

Sebulan kemudian, tepatnya 29 Maret 2002, giliran Aayat Al Akhras, gadis kelahiran Dehaishe, dekat Bethlehem, melakukan aksi bom syahid di Supermarket Supersol, Yerusalem. Menewaskan seorang gadis Israel bernama Rachel Levy dan satpam supermarket, dengan ratusan orang terluka. Andalib adalah bom syahid berikutnya. Hanya setengah bulan berselang setelah syahidnya Aayat, Andalib Suleiman meledakkan diri di halte bus, tepat di sebelah pasar terbuka Mahane Yehuda, Yerusalem. Enam orang tewas dan lebih dari empat puluh orang terluka.

Sangat beruntun memang keempat syahidah tersebut melakukan aksinya. Namun sebenarnya ada banyak perempuan Palestina yang juga melakukan aksi bom syahid. Tapi tak semua sukses. Ada yang tertangkap sebelum melakukan aksi, tak berhasil meledakkan bom, dan sebagainya.

Barbara Victor, jurnalis yang meliput Timur Tengah untuk televisi CBS dan US News and World Report memaparkan tentang perlawanan perempuan Palestina sebagai bom syahid dari berbagai sisi: politik, kultural, psikologis, dan sosiologis. Lengkap dan cukup komprehensif. Barbara juga berusaha seimbang, mewawancarai berbagai belah pihak. Datang kepada keluarga pelaku bom syahid, mewawancarai orangtua, teman, dan saudara. Barbara juga mewawancarai dan menulis tentang korban ledakan (warga Israel). Mewawancarai tokoh Palestina (dari berbagai faksi; PLO, Hamas, Jihad Islam), juga tokoh Israel.

Dari wawancara berbagai pihak, Barbara menganalisis alasan dan tujuan para perempuan pelaku bom melakukan aksinya. Hampir semua perempuan tersebut melakukan bom syahid, menurut Barbara, karena kekecewaan pada hidup dan merasa tak berarti lagi hidup. Wafa adalah perempuan yang dicerai karena tak dapat menghasilkan anak bagi suaminya. Darine melakukannya karena akan dinikah paksa oleh orangtua. Ayat karena rasa malu terhadap ayahnya yang terlibat dengan jasa konstruksi milik Israel. Dan Andalib, karena ingin tenar.

Mengejutkan? Bisa jadi. Terkesan menyudutkan peran perempuan Palestina? Mungkin. Benarkah? Wallahu'alam. Toh, tak ada yang benar-benar tahu niat sebenarnya dari para perempuan tersebut, bahkan Barbara sendiri. Hanya saja, meski secara fakta dan data buku ini cukup lengkap dan seimbang, tentu tak bisa diabaikan motif Barbara sendiri. Dalam wawancara dengan Abdul Aziz Rantissi dan Syekh Ahmad Yassin, Barbara bertanya pada kedua petinggi Hamas tersebut bila anak-anak perempuan mereka menjadi bom syahid. Barbara lupa (atau mungkin tidak tahu?) bahwa tanpa mereka menyuruh anak perempuan mereka menjadi bom syahid, kepala-kepala tokoh tersebut--juga keluarga mereka--menjadi incaran Israel. Dan terbukti, beberapa tahun kemudian, Syekh Ahmad Yassin dan Rantissi syahid dirudal Israel (ya, dirudal). Anak-anak mereka pun sebagian tewas di tangan Israel.

Menurut Anis Baswedan dalam pengantar buku edisi bahasa Indonesia, Barbara berhasil mengombinasikan pendekatan kultural dan rasional dalam sebuah narasi yang ilustratif dan informatif, juga detail dan partikularistik, yang menunjukkan kekuatan Barbara, namun di sisi lain pembaca bisa terlena dan kehilangan kompas untuk mencerna buku ini secara proporsional dan kontekstual.**


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. , - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger