Nuzul Fitri
Sekertaris Umum KOHATI PB
Periode 2009/2010 M
Sekertaris Umum KOHATI PB
Periode 2009/2010 M
Jika berbicara mengenai “lembaga KOHATI” ditengah hiruk-pikuk aktivitas HMI, tentu saja sangat sensitif. Mengapa??? Coba kita tengok perjalanan lembaga yang berisi seluruh kader perempuan HMI ini.
Dalam sejarahnya, ia hadir untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota HMI-Wati yang tidak mampu dipenuhi dalam struktur dan kinerja HMI. Hingga pada 17 september 1966, dibentuklah sebuah badan khusus yang memayungi seluruh kader HMI-Wati yang disebut KOHATI. Badan khusus ini bertugas untuk mengembangkan wacana “keperempuanan”. Kehadiran KOHATI dengan sebagai badan khusus ini tentu saja menjadi persoalan baru, bahwa kader HMI-Wati telah memiliki wadah khusus sehingga aktivitasnya hanya ada dalam lingkup KOHATI.
Selama ini budaya patriarkhi yang melekat di setiap lini kehidupan bangsa ini juga mendarah daging dalam tubuh HMI. Sistem ini juga tertanam dalam benak setiap kader HMI-Wati. KOHATI yang nota benenya beranggotakan dan aktivitasnya terbatas “all about women”. Akibatnya banyak kader HMI yang salah kaprah dengan hadirnya lembaga KOHATI. Sebahagian anggota HMI beranggapan bahwa hadirnya KOHATI sebagai wadah HMI-Wati menutup ruang gerak HMI-Wati hanya dalam wilayah domestik KOHATI. Di sisilain, kader HMI-Wati belum berdaya dan terlepas dari stereotype dirinya, dan rendah diri dalam meningkatkan kapasitas intelektualnya. Sehingga dalam setiap pengambilan keputusan ataupun pertarungan politik di HMI, kader HMI-Wati tidak beranifisafis dengan kader pria di HMI. Akibatnya para anggota HMI-Wati pun memiliki keterbatasan saat terlibat dalam setiap aktivitas HMI. Bukti konkritnya dapat kita lihat pada saat pemilihan Ketua Umum di HMI, hanya segelintir anggota HMI-Wati yang maju sebagai kandidat dan memenangkan pemilihan. Bahkan dalam struktur kepemimpinan di HMI, dapat dihitung jari perempuan yang menjadi pengurus HMI. Lebih jauh lagi, keterlibatan perempuan dalam perkaderan, sangat langka. Dari jenjang perkaderan LK 1 hingga LK 3 dan training lainnya, nyaris tidak ditemukan kader HMI-Wati yang menjadi pemateri (di luar materi keKOHATIan).
Jika ditarik kewilayah internal HMI Cabang Gowa Raya, kader HMI-Wati juga mengalami kendala dalam aktualisasi dirinya baik sebagai pengurus KOHATI maupun pengurus HMI. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh HMI Cabang Gowa Raya telah menyeret KOHATI di dalamnya sebagai pelengkap “penderita”. Dalam sejarahnya dualisme di HMI Cabang Gowa Raya menjadi “dosa turunan”. Sejak awal berdirinya tahun 2000, hanya dua periode setelahnya bibit pertikaian ini hadir mewarnai aktivitas cabang Gowa Raya hingga saat ini. dan KOHATI-pun terseret dalam arus pertikaian ini. Dualisme kepemimpinan membawa KOHATI pada pilihan politik, akan kemana ia memihak, karena lagi-lagi, persoalan ex officio yang mengharuskan KOHATI berada di dalam struktur HMI. Persoalan ini tentu saja sangat merugikan. Alih-alih memenuhi kebutuhan kader HMI-Wati, pengurus KOHATI terjebak dalam pertikaian di HMI tanpa mampu mengambil peran di dalamnya.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah lembaga KOHATI masih layak untuk dipertahankan?. Dengan mengingat kondisidi atas tentu saja tidak menguntungkan bagi anggota HMI-Wati jika hanya terjebak dalam sangkar emasnya.
Sudah sepatutnya kita sadar dan bangkit untuk berbenah diri. HMI-Wati dituntut memiliki kemandirian intelektual serta ketegasan dalam bersikap dengan landasan berpijak yang jelas. Tanggungjawab peningkatan kualitas diri terletak pada seluruh kader HMI-Wati sehingga mampu menunjukkan eksistensinya dengan berperan aktif dalam kegiatan HMI. Dan KOHATI wajib mempersiapkan kader HMI agar mampu berperan secara optimal sebagai pencetak muslimah yang memperjuangkan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Kini saatnya KOHATI CabangGowa Raya menebar semangat perjuangannya. KOHATI harus bangkit dan terbang bebas, melampaui cengkraman sejarah. Sehingga tidak ada lagi yang bertanya, KOHATI burung dalam sangkar???

0 komentar:
Posting Komentar